Mengukur Target Jokowi Terbangkan Ekonomi 5 Persen di 2022
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai target pertumbuhan ekonomi di level 5 persen-5,5 persen yang dipatok pemerintahan Jokowi pada 2022 mendatang tidak realistis.
Pasalnya, di tahun normal sebelum pandemi saja pertumbuhan ekonomi RI mentok di kisaran 5 persen. Apalagi, di saat jerat pandemi masih belum teratasi.
Abra menilai dengan ancaman varian baru covid-19 dan potensi gelombang selanjutnya, target pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Jokowi dalam Pidato Presiden RI Pengantar RAPBN 2022 itu terlalu ambisius.
Ia menambahkan sebenarnya bukan kali pertama ini saja pemerintahan Jokowi memasang target ambisius.
"Target 2021 pun pertumbuhan ekonomi di level 5 persen sangat berat atau mustahil dicapai sesuai dengan target tahun lalu," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/8).
Ia mengatakan ada beberapa faktor yang membuat target tersebut sulit diraih. Pertama, konsumsi masyarakat belum akan pulih seperti normal.
Padahal, komponen itu merupakan tulang punggung penopang ekonomi RI. Kedua, dunia usaha butuh waktu untuk pulih.
Itu membuat tingkat pengangguran sulit untuk bisa kembali menyusut. Sedangkan, dari sisi pembiayaan pemerintah untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), khususnya sektor kesehatan dan perlindungan sosial tidak bisa langsung dicabut. Ia menilai faktor tersebut sudah menjadi beban besar.
Bila dipaksakan, ia melihat ada bahaya yang mengintai. Ketika sisi pembiayaan dan penerimaan mengikuti target ekonomi, yang ada pemerintah akan mencari berbagai cara untuk mencapai target tersebut.
Salah satunya, mengejar pendapatan dengan menggenjot pendapatan dari pajak. Di saat ekonomi masyarakat belum pulih betul, menggenjot pendapatan pajak bisa berisiko.
Ia khawatir bakal terjadi pertumbuhan anti-klimaks. Di sisi lain, ia juga mengaku khawatir pelebaran defisit APBN bakal sulit ditutup bila pemerintah terlalu ambisius.
"Kalau tidak dipertimbangkan secara rasional ke implikasi penerimaan pajak kita tahun depan, itu sangat berbahaya karena penerimaan pajak bisa diatur mengikuti pertumbuhan ekonomi. Sedangkan belanja tetap harus countercyclical sehingga risiko pelebaran inflasi terhadap APBN juga tinggi," terang Abra.
Abra tak menampik bahwa target tinggi bisa mendatangkan optimisme pasar dan investor. Hanya saja, ia bilang bila kadung anti-klimaks, investasi yang bisa diraup pun tidak maksimal.
Dia mengingatkan pemerintah untuk tetap menjaga keberlangsungan masyarakat miskin dan rentan tahun depan. Ia berharap bansos bisa diperbaiki dari segi kecepatan dan ketepatan sasarannya.
Selain itu, praktik penyunatan bansos juga seharusnya tidak lagi terjadi. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal juga pesimis target Jokowi itu bisa diraih.
Di tengah tingginya ketidakpastian dan lambatnya program vaksinasi, ia mengaku sulit mencapai realisasi herd immunity (kekebalan komunal) pad tahun depan.
Karena itulah, ia memproyeksikan ekonomi RI hanya tumbuh di level 4 persen atau kurang pada tahun depan.
Menurut Faisal, pertumbuhan di level 5 persen hanya bisa dicapai bila ekonomi punya dasar kuat, yaitu sudah tercapai herd immunity. Bila belum, ekonomi masih rapuh karena ketika kasus melonjak maka bakal dilakukan penutupan atau pembatasan ekonomi berulang-ulang.
"Pada 2022 kondisi masih penuh dengan ketidakpastian, kemungkinan besar kita masih berkutat dengan pandemi dan pada saat sama masyarakat belum terbentuk herd immunity karena vaksinasi relatif lambat," jelasnya.
Dia juga menyebut progress vaksinasi yang tidak merata di Pulau Jawa dan luar Jawa menjadi permasalahan tersendiri. Bila ekonomi Jawa bergerak sendiri, ia menilai sulit untuk dapat mencapai target Kepala Negara.
Jangan Lupa Faktor Eksternal BACA HALAMAN BERIKUTNYA
0 Response to "Mengukur Target Jokowi Terbangkan Ekonomi 5 Persen di 2022"
Post a Comment